Raja Raja Eropa Yang Ditangkap Oleh Shalahuddin Al Ayyubi

Raja Raja Eropa Yang Ditangkap Oleh Shalahuddin Al Ayyubi

Pencapaian Karir Shalahuddin Al Ayyubi

Shalahuddin Al Ayyubi adalah pahlawan Islam yang pemberani dan seorang tokoh yang senantiasa menepati janji-janjinya. Inilah Islam yang meberikan keamanan kepada semua manusia dan memperlakukan mereka dengan baik. Musuh-musuh Shalahuddin mengakui sifat-sifatnya yang berjiwa ksatria, berakhlak mulia, memuliakan tamu, tidak khianat, memberi maaf kepada yang berbuat salah, dan memberikan pasukan Salib pelajaran yang tidak bisa mereka lupakan. Berawal dari kejadian itu, banyak dari para tawanan pasukan Salib yang akhirnya masuk Islam. Mereka sadar, bahwa agama yang dianut Shalahuddin adalah agama yang benar dan penuh damai[24].

Shalahuddin Al Ayyubi bukanlah orang yang senang mengajak berperang, ia adalah seorang penjaga kebebasan. Penjaga dan pembela Negara Islam dari musuhnya, yaitu pasukan Salib. Ia menjadi pahlawan Islam karena pasukan Salib telah menjajah negara Islam dengan kekuatan dan paksaan, preampasan semena-mena, juga membunuh orang yang tidak berdosa. Shalahuddin telah mengambil pelajaran hidupnya dari Nabi Muhammad saw.

Dalam sebuah pertempuran yang sangat besar, Shalahuddin selalu menyempatkan dirinya untuk melaksanakan shalat fardhu maupun sholat sunnah bersama para pasukannya. Suatu ketika pada saat Shalahuddin dan pasukannya berhasil memenangkan sebuah pertempuran menghadapi pasukan Salib menuju pembebasan Baitul Maqdis (Yerusalem) yang bertepatan dengan hari Jum‟at, semua pasukan melaksanakan Shalat Jum‟at. Karena ketakwaannya kepada Allah swt, perjuangannya dimudahkan oleh-Nya hingga dikuasainya Baitul Maqdis oleh Shalahuddin Al Ayyubi.

Babak pertama pencapaian Shalahuddin menuju ketenarannya, seperti telah disebutkan, terjadi ketika Nuruddin berkuasa, saat Shalahuddin harus menjalani perjuangan sulit untuk mendapatkan kekuasaan di Mesir sebagai pembantu Nuruddin yang menjadi pengawal pamannya. Perjuangannya yang sangat besar Setelah wafatnya Nuruddin, pemerintahan Umat Islam berada dalam genggamannya. Fokus utama Shalahuddin adalah mendapatkan kredibilitas bahwa dirinya adalah penerus Nuruddin.

Dekade pertama kekuasaannya dihabiskan untuk menaklukkan kekuatan Muslim dengan tujuan untuk mempersatukan Umat Islam dan bersama-sama berjuang melawan dominasi pasukan Salib yang berada di wilayah Arab. Dengan di dudukinya Aleppo, Shalahuddin telah menyatukan Suriah dan Mesir dalam kekuasaannya dan berhasil mengembalikan Baitul Maqdis dalam wilayah kekuasaannya. Perang melawan tentara salib yang pertama adalah melawan Amalric I Raja Yerusalem, yang kedua melawan Baldwin IV (putra Amalric 1), yang ketiga melawan Raynald de Chatillon (penguasa benteng Karak di sebelah tidur laut mati), yang keempat melawan Raja Baldwin V sehingga kota-kota seperti Teberias, Nasirah, Samaria, Suweida, Beirut, Batrun, Akra, Ramalah, Gaza Hebron dan Baitul Maqdis berhasil dikuasai oleh Salahuddin Yusuf al-Ayyubi.

Shalahuddin Al Ayyubi juga menaruh perhatiannya terhadap pemeliharaan pokok-pokok akidah Islam sesuai dengan madzhab Ahlus Sunnah wal Jamaah (Sunni) dan mengikuti pendekatan madzhad As‟ary. Ia bersungguhsungguh memerangi penyimpangan apapun darinya dan membasmi gejalagejalanya. Dinasti Ayyubiyah telah memperluas penyebaran akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah di Mesir dan segenap penjurunya. Shalahuddin berambisi agar akidahnya mempunyai pengaruh pada berbagai lembaga pemikiran dan pendidikan yang dibangunnya, antara lain :

Upaya keluarga Ayyubiyun dalam membangun berbagai Madrasah ini tidak hanya terbatas di Kairo Saja, tetapi telah diperluas pula ke wilayah lain. Shalahuddin dan keluaraga beserta para pengikutnya melalui berbagai kerja keras telah mampu menarik minat para ulama Sunni yang berbondong-bondong datang ke Mesir dengan tujuan untuk mengeluarkan negeri itu dari keterasingan pemikiran dan memulihkan hubungan erat dengan pusat-pusat kebudayaan Sunni di dunia Islam, seperti Baghdad, Damaskus, dan Cordoba[26].

[1] Alwi Alatas.2014. Shalahuddin Al Ayyubi dan Perang Salib III.Cetakan I. Jakarta.IKAPI .hlm. 40.

[2] Rizem Aizid.2015.Para Panglima Perang Islam.cetakan I. Yogyakarta. Saufa. hlm. 253

[3] Ali Muhammad As-Shalabi.2014. Shalahuddin Al-Ayyubi Pahlawan Islam Pembebas Baitul Maqdis.Cetakan III. Jakarta. Pustaka Al- Kautsar. hlm.296

[4] IAlwi Alatas. 2014. Shalahuddin Al Ayyubi dan Perang Salib III.Cetakan I.  Jakarta. IKAPI .hlm.48)

[8] Lilik Rochmad Nurcholisho. 2010. Shalahuddin Al Ayyubi Pahlawan Hittin dan Pembebas Baitul Maqdis. Cetakan I. Jakarta.Inti Medina (IKAPI).hlm. 9

[10] Muhammad Ali Fakih. 2011. Tokoh-tokoh Perang Salib Paling Fenomenal. Cetakan I. Jogjakarta. Najah Divapress. hlm. 69

[11] Ali Muhammad As-Shalabi.2014. Shalahuddin Al-Ayyubi Pahlawan Islam Pembebas Baitul Maqdis.Cetakan III. Jakarta. Pustaka Al- Kautsar. hlm. 230-231

[12] Alwi Alatas. 2014. Shalahuddin Al Ayyubi dan Perang Salib III.Cetakan I.  Jakarta. IKAPI .hlm.123

[13] Salahudin Sanusi.       1967.   Integrasi   Ummat       Islam.    cetakan         I. Bandung. IQAMATUDDIN. hlm.19

[14] Alwi Alatas. 2014. Shalahuddin Al Ayyubi dan Perang Salib III.Cetakan I.  Jakarta. IKAPI .hlm.127

[15] Lilik Rochmad Nurcholisho. 2010. Shalahuddin Al Ayyubi Pahlawan Hittin dan Pembebas Baitul Maqdis. Cetakan I. Jakarta.Inti Medina (IKAPI).hlm. 32

[17] Ibnu Katsir “Ringkasan Bidayah wa Nihayah”, diakses dari. http://ebooksislam.fuwafuwa.info/_Ibnu Katsir/Ringkasan Al Bidayah Wan Nihayah.pdf,

[18] Ali Muhammad As-Shalabi.2014. Shalahuddin Al-Ayyubi Pahlawan Islam Pembebas Baitul Maqdis.Cetakan III. Jakarta. Pustaka Al- Kautsar. hlm.634

[19] Abdul Latip Talib. 2008. Shalahuddin Al Ayyubi : Sang Penakluk Yerusalem.Cetakan I. Bandung. Madania Prima. hlm. 294

[20] Alwi Alatas. 2014. Shalahuddin Al Ayyubi dan Perang Salib III.Cetakan I.  Jakarta. IKAPI .hlm. 473

[21] Badri Yatim. 2008.  Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II.Ed. 1. Jakarta. PT Raja Grafindo hlm. 78

[22] Carole Hillenbrand. 2015. Perang Salib Sudut Pandang Islam. Cetakan I, Jakarta.

PT.Kalola Printing. Hlm 238

[23] Ali Muhammad As-Shalabi.2014. Shalahuddin Al-Ayyubi Pahlawan Islam Pembebas Baitul Maqdis.Cetakan III. Jakarta. Pustaka Al- Kautsar. hlm. 303.

[24] Muhammad Ash-Syayim.2000. Shalahuddin Al Ayyubi Sang Pejuang Islam.Jakarta. Gema Insani.hlm.52

[25] ibid. hlm.344-348

Terdapat 10 negara yang pernah menjadi kampiun sepak bola di benua Eropa. Jerman dan Spanyol adalah dua negara tersukses di Kejuaraan Piala Eropa, sama-sama mengumpulkan tiga gelar juara.

Jerman paling sering mencapai di final, yaitu sebanyak enam kali, dengan separuhnya sebagai tim Jerman Barat.

Selanjutnya Perancis dan Italia menyusul di belakang Tim Panser dan skuad Matador dengan torehan dua titel.

Sementara, ada enam negara yang masing-masing mengoleksi satu trofi, yakni Rusia/Uni Soviet, Ceko/Cekoslovakia, Denmark, Yunani, Belanda, serta Portugal.

Selain 10 negara yang menjadi juara, ada tiga negara yang menjejak hingga ke babak final. Mereka adalah Serbia (yang kala itu menjadi bagian Yugoslavia) dua kali mencapai babak final (1960, dan 1968), Belgia (1980,) dan Inggris (2020).

Italia merupakan negara terakhir yang menjadi kampiun Eropa. Gli Azzuri meraih trofi untuk kedua kalinya di EURO 2020 setelah mengalahkan Inggris di partai puncak lewat adu pinalti 3 – 2.

Sumber Data:Union of European Football Associations (UEFA)

Infografik:Albertus Erwin Susanto

Pengolah Data:Dwi Erianto

Editor:Topan Yuniarto

Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.

Wenn dies deiner Meinung nach nicht gegen unsere Gemeinschaftsstandards verstößt,

Let’s watch this show on the app!

Scan this QR to download the Vidio app.

Perang Salib III terjadi pada 1189-1192. Perang ini terkenal dengan sebutan Perang Salib Para Raja karena diikuti oleh raja-raja Eropa. Ilustrasi: Ist

terjadi pada 1189-1192. Perang ini terkenal dengan sebutan “Perang Salib Para Raja” karena diikuti oleh raja-raja

seperti Raja Richard I dari

, Raja Phillip II dari

, dan Raja Frederick I dari Kekaisaran Suci

Di sisi lain, dari pihak Islam dipimpin oleh

yang berhasil menyatukan

di bawah bendera Dinasti Ayyubiah.

Jati Pamungkas, S.Hum, M.A. dalam bukunya berjudul "

" mengungkap Dinasti Ayyubiah berdiri pada tahun 1171 memanfaatkan kelemahan politik Kekhalifahan Fatimiyah. Setelah Khalifah al-Adhid wafat, Shalahuddin al-Ayyubi ketika itu menjadi wazir atau menteri utama pada akhir Kekhalifahan Fatimiyah, memanfaatkan kekacauan politik dengan membubarkan Islam

pada pemerintahan Kekhalifahan Fatimiyah dan menggantinya dengan Islam

Pemerintahan baru bentukan dari Shalahuddin tersebut mengakui Khalifah

sebagai pemimpin Islam. Dengan pengambilan langkah politik tersebut Kekhalifahan Fatimiyah secara resmi telah dibubarkan karena Kekhalifahan Fatimiyah selalu berseberangan dalam pandangan politik dengan Abbasiyah.

Perang Salib III berlangsung selama tiga tahun dengan hasil sama-sama kuat. Maksudnya sebagian tempat dikuasai oleh Islam dan yang lainnya dikuasai oleh pasukan Salib.

Latar belakang terjadinya Perang Salib III adalah jatuhnya Yerusalem pada tahun 1187 karena kalah melawan pasukan Shalahuddin.

Shalahuddin Al Ayyubi dalam mata dunia Barat terkenal dengan nama Saladin. Saladin berasal dari Etnis Kurdi. Karir militernya berkembang pesat ketika mengabdikan diri di dalam pemerintahan Kekhalifahan Fatimiyah yang dilanda krisis politik pada masa pemerintahan Khalifah al-Adhid.

Pada tahun 1169, Shalahuddin diangkat menjadi perdana menteri. Pasca wafatnya Khalifah al-Adhid, Pemerintahan Fatimiyah yang didominasi oleh militer mengambil alih kekuasaan dan menobatkan Shalahuddin yang sebelumnya menjadi perdana menteri sebagai sultan.

Syiah yang menjadi simbol religiositas Kekhalifahan Fathimiah diganti menjadi Suni. Berakhirlah kebesaran dan kejayaan Kekhalifahan Fatimiyah yang mendominasi perpolitikan di dunia Islam dari abad ke-10 hingga pertengahan abad ke-12.

Shalahuddin tidak hanya menjadi sultan di Mesir, namun juga di Syam. Pemerintahannya diberi nama Dinasti Ayyubiah yang diambil dari nama ayahnya.

Keadaan politik di Timur Tengah yang bergejolak karena Yerusalem dikuasai kembali oleh Kristen sejak 1099 membuat Shalahuddin termotivasi untuk merebut Yerusalem.

M.B. Goldstein dalam bukunya berjudul "

(Bloomington: Archway Publishing, 2013) menyebut pengangkatan dirinya menjadi Sultan Dinasti Ayyubiah pada tahun 1174 dimanfaatkan betul oleh Shalahuddin untuk menaklukkan Yerusalem.

Jonathan Phillips dalam bukunya berjudul "

" (New York: Routledge 2014) menambahkan Shalahuddin mempersiapkan secara matang-matang dalam merebut

. "Kerajaan Yerusalem pada tahun 1186 menobatkan Guy Lusignan sebagai Raja Kerajaan Yerusalem," jelas Phillips.

Pelantikan Guy menjadi raja sangat dipermasalahkan sehingga membuat stabilitas politik di Kerajaan Yerusalem menjadi tidak stabil dan rawan gerakan bawah tanah untuk menurunkan Guy dari takhtanya.

Pada tahun 1187, salah satu kesatria pasukan Salib, Reynald, menyerang rombongan orang-orang Islam ketika Kerajaan Yerusalem masih terikat perjanjian damai dengan Shalahuddin.

Penyerangan tersebut diperparah dengan fakta bahwa rombongan tersebut terdapat saudara perempuan Shalahuddin yang diperkosa pada waktu penyerangan.

Peristiwa tersebut dimanfaatkan dengan baik oleh Shalahuddin untuk berperang melawan Kerajaan Yerusalem. Tanpa adanya deklarasi dari paus dan bantuan pasukan Salib di Eropa, Shalahuddin akan dapat dengan mudah merebut kembali Yerusalem.

OLEH HASANUL RIZQA Kemenangan Muslimin dalam Perang Hattin pada Juli 1187 mengawali pembebasan Baitul Maqdis. Usai pertempuran tersebut, Sultan Shalahuddin al-Ayyubi menawan ratusan prajurit Salib. Pimpinan mereka, Raja Latin Yerusalem Guy Lusignan dan Pangeran Antiokhia Raynald Chatillon, juga ikut ditangkap. Ada sekitar 200 orang yang dieksekusi. Termasuk di antaranya adalah para...

Ketika akhirnya tentara Eropa angkat kaki dari Harem, Raja al-Shalih segera mengerahkan pasukannya. Ilustrasi: Ist

Harem adalah sebuah kota di sisi barat Halab (Aleppo),

. Kisah terbunuhnya Sa'duddin Kamesytakin, penguasa Kota Harem, dan pengepungan atas kota tersebut oleh pasukan

diceritakan Ibnu al-Atsir dalam bukunya berjudul "

" yang diterjemahkan Abu Haytsam menjadi "

Dikisahkan, pada tahun 573 H Raja al-Shalih Ibn Nuruddin, penguasa Halab, menangkap Sa'duddin Kamesytakin. Sa'duddin dulunya merupakan orang yang dipercaya mengatur urusan kerajaan dan memiliki wewenang dalam negara.

Penangkapannya disebabkan karena di Halab ada seseorang yang pernah menjadi abdi kerajaan, yang bernama Abu Shalih Ibn al-`Ajmi. Dahulu, ia mengabdi pada Nuruddin Mahmud, dan ketika Nuruddin meninggal dunia, ia juga mengabdi pada kerajaan anaknya, Raja al-Shalih.

Ia berkedudukan seperti seorang menteri agung karena banyaknya pengikut di Halab. Sehingga, semua orang yang tidak suka kepada Kamesytakin bergabung kepada Shalih. Kedudukannya pun menjadi kuat, dan pengikutnya menjadi banyak. Ia seorang yang dermawan dan berjiwa perwira. Ia menjadi penyatu negeri di Halab, orang yang didengar pendapatnya, dan dituruti perintahnya.

Pada suatu hari ketika ia sedang berada di masjid, tiba-tiba ada seorang pengikut Syi'ah al-Bathiniyyah menikamnya hingga tewas. Sepeninggalnya, Sa'duddin menjadi kuat, dan posisinya menjadi kokoh. Ketika Abu Shalih terbunuh, beberapa orang menuduh Sa'duddin sebagai dalangnya.

Mereka mengatakan bahwa Sa'duddinlah yang mengupah orang Syi'ah itu untuk membunuh Abu Shalih. Mereka melaporkan hal ini kepada Raja al-Shalih.

Bahkan mereka menambah-nambahkan bahwa Sa'duddin melecehkan Raja dengan menyebutnya lemah, dan tidak mempunyai kekuasaan. Juga bahwa Sa'duddin telah mengendalikan Raja, menghinanya, meremehkannya, dan membunuh menterinya.

Mereka masih bersama Raja hingga Sa'duddin tertangkap. Benteng Harem milik Sa'duddin telah dijadikan daerah otonomi oleh Raja al-Shalih. Orang-orang yang berada di dalam benteng menolak

untuk menyerahkan diri setelah penangkapan Sa'duddin. Mereka malah berlindung di dalam benteng.

Sa'duddin kemudian digiring ke benteng itu, dan diarak supaya ia mau memerintahkan pengikut-pengikutnya untuk menyerahkan benteng itu kepada Raja al-Shalih. Sa'duddin lalu melakukannya, akan tetapi mereka menolak.

Sa'duddin Kamesytakin pun disiksa dengan disaksikan para pengikutnya. Akan tetapi tampaknya mereka tidak mengasihaninya, sehingga matilah Sa'duddin di tengah siksaan.

Sementara itu para pengikutnya masih bertahan, menolak menyerah, dan melawan. Ketika Eropa melihat hal itu, mereka segera bergerak menuju Harem dari Humat pada bulan Jumadil Awwal dengan dugaan bahwa benteng itu sudah tidak ada lagi yang mau mempertahankannya. Dan, bahwa Raja al-Shalih masih kanak-kanak, bala tentaranya sedikit, dan Shalahuddin Al Ayyubi sedang berada di Mesir.

Mereka menggunakan kesempatan ini sebaik-baiknya, dan menuju benteng Harem.

Mereka mengepung tempat ini selama empat bulan. Benteng tersebut dihujani dengan tembakan meriam pelontar batu. Mereka berusaha mendirikan tangga di dinding benteng, dan terus berusaha hingga Raja al-Shalih membayar kepada mereka dengan sejumlah harta.

Raja lalu mengatakan kepada mereka bahwa Shalahuddin telah tiba di Syam - barangkali orang-orang yang ada di dalam benteng itu akan menyerahkannya kepada Shalahuddin. Ternyata seketika itu juga Eropa merespons ucapan Raja al-Shalih dengan menarik mundur pasukannya.

Ketika akhirnya tentara Eropa angkat kaki dari Harem, Raja al-Shalih segera mengerahkan pasukannya. Ia mengepung benteng itu, sementara para penghuninya sudah kehabisan tenaga karena bertahan menghadapi serangan tentara Eropa. Mereka menjadi seperti sasaran empuk.

Banyak penghuni benteng itu yang terbunuh dan terluka. Akhirnya mereka menyerahkan benteng Harem itu kepada Raja al-Shalih, dan kemudian Raja al-Shalih menugaskan seorang mamluk bernama Srakh.

Keistimewaan Shalahuddin Al Ayyubi

Dalam diri setiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangannya. Tidak ada satupun manusia yang hanya memiliki kelebihannya saja tanpa ada kekurangannya. Semua sudah merupakan kodrat dari sang Pencipta. Tidak lepas dari seorang Shalahuddin Al Ayyubi pada saat dirinya menjadi seorang panglima perang, sampai akhirnya menjadi perdana menteri hingga menjadi raja di dalam kerajaannya.

Keistimewaan merupakan suatu kelebihan yang dimiliki oleh setiap diri seseorang. Dan dalam hal ini, akan memberikan beberapa keistimewaan yang dimiliki oleh Shalahuddin Al Ayyubi disamping dirinya adalah seorang raja, akan tetapi dia juga sangat mencintai Ilmu Pengetahuan, Sastra, dan juga keistimewaan dari sifat pribadinya. Pribadi Shalahuddin Al Ayyubi menjadi istimewa dengan keseimbangan moral luar biasa yang membantunya dalam mewujudkan berbagai tujuan agung. Berikut akan dipaparkan beberapa keistimewaan yang dimiliki oleh Shalahuddin Al Ayyubi :

Dari semuanya itu, merupakan keistimewaan dari sifat-sifat yang dimiliki sosok Shalahuddin Al Ayyubi yang mengharumkan namanya dan menjadikan musuh-musuhnya tidak meremehkan keberaniannya.

Latar Belakang Shalahuddin Al Ayyubi

Shalahuddin Al Ayyubi memiliki kepribadian yang bijaksana dan tegas dalam setiap langkah kehidupannya. Sosok pemimpin atau raja yang sangat disegani oleh masyarakat, prajurit dan para panglima perang ketika Perang Salib berkecamuk. Keberhasilannya dalam memimpin negara dan memimpin perang telah mampu memberikan sumbangsih dalam khazanah dunia Islam Abad Pertengahan.

Namanya besar, harum dan telah dikenal dan dikenang di dalam catatan sejarah Islam maupun sejarah Kristen. Kebijaksanaannya sebagai seorang raja telah diakui oleh para sejarawan dalam kisahnya. Pencapaian agungnya ketika ia telah berhasil menguasai Baitul Maqdis dari tangan kaum Kristen Salib.

Segenap kekuatan dan keyakinannya telah mampu menjadikan dirinya seorang panglima dalam medan perang. Perlindungan dan keadilan serta kecintaannya kepada Agama Islam menjadikan Shalahuddin Al Ayyubi sebagai sosok yang selalu mengedepankan kemaslahatan integritas agama dan masyarakatnya.

Shalahuddin Al Ayyubi mahir dalam ilmu dan strategi berperang. Ia sangat disegani oleh musuh yang dihadapinya. Bahkan ia sangat giat memerangi dan memberantas orang-orang yang memberontak dan yang tidak sepemahaman dengannya.

Sosok Shalahuddin Al Ayyubi tidak hanya dikenali oleh rakyat Mesir saja, di berbagai wilayah kekuasaannya ia sangat dikenali sebagai seorang pemimpin yang mampu menjadi panutan rakyat dan para prajuritnya. Hingga pada saat kematiannya, banyak sekali orang yang merasa sangat kehilangan akan sosoknya.

Untuk penjelasan mengenai Shalahuddin Al Ayyubi, penulis akan memaparkannya lebih lanjut mengenai masa hidupnya dari keluarganya hingga pendidikannya sampai ia menjadi sosok pemimpin Umat Islam yang agung.

Perjalanan Hidup Shalahuddin Al Ayyubi

Karier Shalahuddin Al Ayyubi sebagai tentara dimulai ketika penunjukkan atas dirinya sebagai wakil dari pamannya Asadudin Syirkuh untuk menemaninya menuju Mesir atas perintah dari Nuruddin Mahmud. Nuruddin Mahmud telah mengirimkan bantuan pasukan kepada Mesir yang kala itu sedang terjadi kekacauan di dalam tubuh Dinasti Fatmiyah, karena tindakan para menteri yang berani memutuskan perkara tanpa meminta pendapat dan persetujuan Khalifah, yang mengakibatkan ambisi para tentara Salib untuk mengadakan penyerangan terhadap Mesir agar bisa menguasainya. Berita mengenai kondisi yang dialami Dinasti Fatimiyah terdengar oleh Nuruddin Mahmud dan juga rencana pasukan Salib untuk menguasai Mesir.

Asaduddin Syirkuh yang menjadi panglima dari tentara Nuruddin Zanki yang dikirim ke Mesir untuk membantu Dinasti Fatimiyah atas sengketa jabatan penting (wazir) perdana menteri antara Syawar dan Dirgham[10]. Ketika itu, Shalahuddin mengawal kemanapun pamannya pergi. Shalahuddin mengawali perannya sebagai tentara perang di bawah komando pamannya dalam invasi ke Mesir.

Dirgham yang menjadi lawan politik Syawar, telah menjalin kerja sama dengan pasukan Salib yaitu Amuri I Raja Baitul Maqdis (Yerusalem). Tapi pasukan Syirkuh berhasil menghalau Dirgham-Amuri I hingga terbunuhnya Dirgham. Kemenangan berhasil didapatkan, Syawar telah mendapatkan keinginannya. Setelah keinginan Syawar terpenuhi, dia malah mengingkarinya dan mengusir Syirkuh serta pasukannya dari wilayah Mesir.

Peristiwa yang dialami Syirkuh dan pasukannya, terdengar oleh Nuruddin Mahmud atas penghianatan Syawar terhadap dirinya dan pasukannya. Syawar yang merasa terancam oleh pasukan Nuruddin Mahmud, ia segera menjalin hubungan dengan pasukan salib yang sebelumnya dipihak Dirgham kini berganti berada di pihaknya. Kesempatan itu dimanfaatkan oleh pihak salib, yang akan melindungi Syawar dari pasukan Syirkuh dengan berbagai penebusan atau upeti kepada Pasukan Salib. Sultan Al-„Adhid yang menjadi Khalifah Dinasti Fatimiyah tidak bisa melakukan apa-apa. Dia kemudian menulis surat kepada Nuruddin Mahmud untuk meminta bantuan kepadanya dengan harapan agar memberikan jalan Keluar bagi pemerintahannya.

Permintaan Al Adhid disetujui Nuruddin Mahmud, pada 1167 M Nuruddin Mahmud memerintahkan kepada pasukannya untuk kembali menuju Mesir, guna membantu Khalifah Fatimiyah Al-Adhid dari kekacauan dalam pemerintahannya, komando diberikan kepada Syirkuh dan Shalahuddin Al Ayyubi sebagai pemimpin pasukan Nuruddin.

Mendengar kabar pasukan Syirkuh berangkat menuju Mesir, Syawar dengan sigap langsung menghubungi raja Baitul Maqdis Amuri I untuk segera menghalau laju Syirkuh ke Mesir. Tetapi, mereka (Pasukan salib) kalah cepat dari pasukan Muslim yang lebih dulu mencapai Mesir, dan menetap di Fustat selama 50 hari.[11] Pada akhirnya, kekalahan telah dirasakan oleh kedua pasukan gabungan Syawar-Amuri I pada kali ketiganya dalam konfrontasi melawan pasukan Muslim di Mesir, hingga sebagian wilayah penting di Mesir berada dalam genggaman Nuruddin.

Atas keberhasilannya itu, Syirkuh mendapatkan penghormatan oleh

Khalifah Al-Adhid yang simpati kepadanya. Syawar yang merupakan otak dari semua yang terjadi, telah mendapatkan hukuman mati, karena sebagai penghianat. Kemudian Syirkuh diangkat oleh Al-Adhid sebagai wazir menggantikan Syawar dan diberi gelar ”al Malik al Manshur”. Shalahuddin mendapatkan amanah sebagai pemimpin keamanan wilayah Mesir.

Ini merupakan jabatan pertama bagi Shalahuddin dalam lawatannya mendambakan pengambilalihan Mesir dari orangorang yang telah berkhianat terhadap agama dan negara. Pada 22 maret 1169 M, Syirkuh meninggal dunia, hanya 2 bulan Syirkuh merasakan pencapaian karir terbaiknya selama hidupnya sebagai seorang wazir. Shalahuddin Al Ayyubi ditunjuk langsung oleh Khalifah Al-Adhid untuk menggantikan posisi Syirkuh, Al-Adhid sangat mempercayai Shalahuddin sebagai pengganti Syirkuh mengawal Mesir dari para pemberontak khususnya para petinggi Kekhalifahan Fatimiyah yang tidak setuju dengan pencapaian Shalahuddin Al Ayyubi.

Pada saat menjadi perdana menteri Mesir, usia Shalahuddin Al Ayyubi kurang lebih berusia 30 tahun. Kepercayaan pamannya terhadap keponakannya selama ini menunjukkan bahwa dia memiliki kemampuan dalam kepemimpinan dan militer juga seorang yang dapat diandalkan[12]. Sebetulnya Mesir merupakan wilayah yang selama ini di harapkan oleh Nuruddin Mahmud. Dengan bersatunya Mesir, Damaskus dan Aleppo dijadikan sebagai basis-basis kekuatan Umat Islam untuk mempertahankan integritas wilayah Muslim dan kaum Muslim dari serangan para tentara salib.

Integritas Umat Islam atau wahdatul ummah merupakan kewajiban yang tidak dapat ditawar-tawar lagi yang harus dilaksanakan oleh Umat Muslim. Persatuan dan kesatuan kaum Muslimin merupakan manifestasi dari nilai-nilai yang luhur, lahir dari kesadaran sifat kemanusiaan yang merupakan sebuah pernyataan dari kesadaran keagamaan yang mendalam dan lahir dari ketaatan dan penyerahan yang mutlak kepada Allah swt, sehingga mewujudkan persatuan yang dijalin oleh rasa kasih sayang persaudaraan yang tiada taranya.[13]

Pada tahun 1171 M, Sultan Al-Adhid meninggal dunia, dan berakhirlah keturunan dari Kekhalifahan Dinasti Fatimiyah. Tidak ada lagi pengganti Khalifah Al Adhid yang berasal dari keturunannya, Shalahuddin Al Ayyubi yang menjabat sebagai perdana menteri naik tahta, pasca kematian Al Adhid. Naiknya Shalahuddin Al Ayyubi sebagai penguasa Mesir menggantikan Khalifah Fatimiyah Al Adhid, menjadi momen penting dalam misinya untuk menyatukan Umat Islam. Mesir berada dalam genggaman seorang jendral yang sholeh dan tegas. Hubungannya dengan Nuruddin bertambah baik sampai tidak berfikir untuk memisahkan diri dari monopoli kekuasaan, atau memberontak terhadap pemerintahan Nuruddin Mahmud yang sudah terjalin baik dengan keluarganya.

Tahun-tahun pertama yang telah dilewatinya di Mesir, telah mendapatkan tiga tantangan yang akan dihadapi oleh Shalahuddin. Pertama, ancaman pemberontakan dari sisa-sisa pendukung Fatimiyah di Mesir. Kedua, serangan dari orang-orang Frank yang merasa terpukul dengan jatuhnya Mesir ketangan Nuruddin. Ketiga, terjadinya ketegangan antara pihak Shalahuddin dan Nuruddin[14]. Serangan yang pertama dan kedua mampu di tangani oleh Shalahuddin dengan pasukannya, namun permaslahan yang ketiga menjadi permaslahan yang serius ketika di antara keduanya ada pihak yang berusaha untuk mencerai beraikannya. Tapi semua itu tidak berlangsung lama, kejernihan kembali menyirami kedua pahlawan tersebut. Shalahuddin tetap memiliki loyalitas terhadap Nuruddin sampai Nuruddin meninggal dunia pada tahun 1173 M[15].

Pemerintah Fatimiyah merupakan pemerintahan Syiah Ismailiyah, namun para penduduk Mesir berpegang teguh pada paham Sunni. Shalahuddin tidak bekerja sendiri dalam menumpas sisa para pemberontak golongan Syiah di Mesir, dia ditemani oleh seorang birokrat brilian dari dalam pemerintahan Fatimiyah sendiri, yaitu Abdul Rahim al-Baysani al-Lakhimi al-Asqalani yang dikenal sebagai Qadhi al-Fadl.

Hal-hal yang dilakukan Shalahuddin pada selanjutnya, yaitu melanjutkan kembali misi Nuruddin Mahmud yang ingin menyatukan wilayah-wilayah Islam dalam genggamannya dan mengikatkan diri kepada Khalifah Abbasiyah. Qodhi Al Fadl menjadi menteri sekaligus penasehat bagi kerajaannya. Dalam kekuasaannya, Shalahuddin berhasil menyatukan wilayahwilayah Islam yang mencangkup utara Irak (Kurdistan), Suriah, Yaman, Maroko, dan pesisir pantai Afrika Utara.[16] Pada tahun 1177 M, Shalahuddin Al Ayyubi menikahi seorang janda dari Nuruddin Mahmud yang bernama As-Shitt Khatun Ismatuddin binti Mu‟inuddin Unur.[17]

Setelah Khalifah al-Adid (Khalifah Dinasti Fatimyah) yang terakhir wafat pada tahun 1171 M, Shalahuddin Yusuf al-Ayyubi berkuasa penuh untuk menjalankan peran keagamaan dan politik. Maka sejak saat itulah Dinasti Ayyubiyah mulai berkuasa hingga sekitar 75 tahun lamanya. Keberhasilan tersebut mendorongnya untuk menjadi penguasa otonom di Mesir. Dalam mengonsolidasikan kekuatannya, ia memanfaatkan keluarganya untuk melakukan ekspansi kewilayah lain. Saudaranya dikirim untuk menguasai Yaman pada tahun 1173M. Taqiyuddin, keponakannya diperintahkan untuk melawan tentara salib di Dimyat. Adapun Syihabuddin, pamannya diberi kekuasaan untuk menduduki salah satu kota di Mesir. Dari Mesir, Shalahuddin juga dapat menyatukan Negaranegara Muslim. Pada tahun 1174 ia berhasil menguasai Damaskus kemudian Aleppo (tahun 1185) dan  Mousul (pada 1186).

Shalahuddin Yusuf al-Ayyubi dianggap sebagai pembaharu di Mesir karena dapat mengembalikan mazhab Sunni. Melihat keberhasilannya itu Khalifah al-Musta‟di dari Bani Abbasiyah memberi gelar kepada Shalahuddin yaitu al-

Mu’izz li Amiiril mu’miniin (penguasa yang mulia). Khalifah al-Musta‟di juga memberikan Mesir, an-Naubah, Yaman, Tripoli, Suriah dan Maghrib sebagai wilayah kekuasaan Shalahuddin Yusuf al-Ayyubi pada tahun 1175 M. sejak saat itulah Shalahuddin dianggap sebagai Sultanul Islam Wal Muslimiin (Pemimpin Umat Islam dan Kaum Muslimin).

Di bawah kekuasaanya, Baitul Maqdis berhasil dikuasai oleh Umat Islam, setelah pada tahun 1099 M, berada dalam kekuasaan pasukan Salib. Pada 10 Feb 1144  M, penyerahan Baitul Maqdis diserahkan oleh Balian of Ibelin dari pasukan Salib karena telah menyepakati perjanjian damai dengan Shalahuddin Al Ayyubi, setelah dilakukan pengepungan oleh Shalahuddin terhadap kota Baitul Maqdis selama 12 hari. Dengan dikuasainya Baitul Maqdis, maka jatuhlah sebagaian besar kota-kota dan wilayah yang masih dalam penguasaan kaum salib. Momen jatuhnya Baitul Maqdis bertepatan dengan malam isra’ mi’raj 27 Rajab 538 H.[18]

Atas hilangnya Baitul Maqdis dari kekuasaan pasukan Salib, pasukan Shalahuddin tidak melakukan kekerasan terhadap penduduk Kristen Baitul Maqdis (Yerusalem), tidak seperti yang telah dilakukan pasukan Salib pada 1099 M, dalam invasi pertamanya menguasai Baitul Maqdis yang telah membunuh 70.000 penduduk Muslim dari anak-anak hingga dewasa. Kekejaman yang dilakukan oleh Umat Kristen terhadap Umat Islam, tidak dibalas oleh Umat Islam ketika berhasil mengambil alih Baitul Maqdis. Justru, rakyat Kristen dikawal ketat oleh para tentara Islam ketika keluar dari Baitul Maqdis.

Mendengar keberhasilan Umat Islam telah menguasai Baitul Maqdis, Umat Kristen Eropa merasa terpukul atas hal itu. Mereka sangat kecewa dan merasa khawatir dengan hilangnya tempat Suci mereka. Perang Salib pertama terjadi ketika pasukan Salib telah berhasil menaklukkan Palestina (Baitul Maqdis/Yerusalem) pada 1099 M. Kemudian yang kedua kalinya terjadi di Hittin pada 1187 M, yang dimenangkan oleh Shalahuddin dan berhasil menguasai Baitul Maqdis. Kekalahan pasukan Salib telah menggemparkan dunia Kristen Eropa dalam misi yang ketiga kalinya [19]. Paus Clement III yang menjadi promotor atas invasi pasukan Salib selanjutnya dengan misi balas dendam untuk merebut kembali tanah Suci Yerusalem dari Umat Islam.

Shalahuddin sudah mengatahui akan adanya invasi pasukan salib untuk merebut kembali Yerusalem dari kekuasaan Umat Islam. Pada 1189 M, pasukan Salib Eropa telah sampai di wilayah Acre, wilayah yang berada di daerah Pesisir Yerusalem. Perjalanan yang di lalui oleh tentara Salib menuju Yerusalem melalui jalan laut. Tujuan kali ini untuk terlebih dulu menguasai wilayah-wilayah yang berdekatan dengan pesisir laut. Karena dirasa sangat memungkinkan untuk mendapatkan kemenangan bagi pasukan Salib Eropa jika wilayah yang berada di pesisir berhasil dikuasai.

Acre, Ascalon hingga Baitul Maqdis (Yerusalem) menjadi target utama dalam misi ketiga ini. Acre berhasil dikuasai oleh Pasukan Salib Eropa (ke-III) setelah melakukan pengepungan terhadap wilayah Acre, kemudian selanjutnya adalah wilayah perairan Ascalon, tapi sebelum menguasai Ascalon kedua belah pihak lebih dulu melakukan gencatan sejata. Karena perselisihan di antara raja Eropa yang berkenaan dengan status tahta Kerajaan Yerusalem jika Yerusalem berhasil dikuasai kembali oleh pasukan Salib.

Banyaknya korban serta berbagai kesusahan yang mereka hadapi menjadikan masing-masing pihak bersikap lebih realistis. Diplomasi dan upaya perdamaian mulai berlangsung lebih sering. Dan pada akhirnya, dari pihak pasukan salib mengirim surat kepada Shalahuddin Al Ayyubi untuk melakukan perdamaian pada hari selasa 1 september 1192 M untuk gencatan senjata selama 3 tahun bagi kedua belah pihak.[20] Pada perjanjian antara Shalahuddin dan Richard (Raja Inggris) menyepakati perjanjian damai yang disebut dengan Shulh al-

Ramlah, yang isinya disebutkan bahwa “orang-orang Kristen yang pergi berziarah ke Baitul Maqdis tidak di akan ganggu, dan Baitul Maqdis tetap menjadi milik Kaum Muslim”.[21]

Dengan demikian, berakhirlah Perang Salib III. Setelahnya, orang-orang Kristen Eropa dengan bebas keluar masuk Baitul Maqdis untuk melaksanakan ziarah. Pada 1193 M, Shalahuddin Al Ayyubi wafat. Wilayah-wilayahnya diperintah oleh anggota keluarganya sendiri, kemudian yang dikenal dengan Dinasti Ayyubiyah.[22] Shalahuddin Al Ayyubi wafat setelah menyelesaikan semua misinya dengan sempurna. Umat Islam tenggelam dalam duka yang mendalam. Shalahuddin Al Ayyubi tidak meninggalkan sedikit pun harta kekayaan (warisan), hanya sehelai kain kafan dan nama baik dirinya dan Umat Islam.

Keluarga dan Pendidikan Shalahuddin Al Ayyubi

Shalahuddin Al Ayyubi berasal dari keturunan suku Kurdi wilayah Irak Utara. Ayah dan ibunya berasal dari Duwain (Dvin) daerah di Azerbaijan. Ayahnya bernama Ayyub Najmuddin yang ketika itu menjabat sebagai pemimpin atau penguasa di benteng Tikrit, sebuah kota di tepian sungai Tigris, sekitar 140 KM di barat laut kota Baghdad[1].

Shalahuddin Al Ayyubi yang memiliki nama asli Abul Muzhaffar Yusuf bin Najmuddin Ayyub bin Syadzi yang bergelar Sultan al-Malik an-Nashir (Raja Sang Penakluk). Ia lahir pada tahun 1137 M di sebuah benteng Tikrtit, tempat ayahnya menjabat sebagai pemimpin wilayah Tikrit[2].

Shalahuddin Al Ayyubi yang memiliki garis keturunan dari seorang pemimpin besar dan suku yang terhormat, yaitu suku Rawadiyyah dari kawasan Hadzyaniyyah. Ayah Shalahuddin -Najmuddin Ayyub- memiliki adik laki-laki yang bernama Asaduddin Syirkuh. Keduanya merupakan petinggi Tikrit dan selanjutnya mereka berdua mengabdi kepada Sultan Saljuk Muhammad Malik Shah.

Kelahiran Shalahuddin yang diramal ayahnya merupakan kelahiran yang tidak menguntungkan bagi keluarganya ketika itu. Karena Kelahiranya bertepatan dengan pengusiran keluarganya dari Tikrit oleh Mujahidun Bahruz penguasa Baghdad. Hal itu merupakan akibat dari pembunuhan yang dilakukan Syirkuh – paman Shalahuddin- terhadap salah seorang panglima yang bertugas menjaga pintu benteng.

Pembunuhan tersebut karena dilatar belakangi oleh tindakan sang panglima yang telah melakukan tindakan asusila terhadap seorang wanita. Najmuddin Ayyub beserta keluarganya diberikan waktu 2 hari untuk segera meninggalkan benteng itu sebelum waktu petang. Namun, ketika petang tiba, justru istri Najmuddin Ayyub sedang mengalami proses melahirkan anaknya, yaitu Shalahuddin Al Ayyubi.

Shalahuddin kecilpun lahir dengan sempurna, namun ayahnya terkesan tidak menyukai kelahirannya. Hal itu karena proses kelahirannya bertepatan dengan hilangnya kekuasaan atas posisi dirinya sebagai pemimpin Tikrit. Ia tidak percaya atas keberuntungan yang akan didapatkan dari Shalahuddin kecil itu, di tengah situasi tersebut, salah seorang pengikutnya mengatakan kepada Najmuddin Ayyub ;

“Tuanku, saya dapat menangkap perasaan sial dan pesimis Tuan terhadap bayi ini.akan tetapi dosa apakah gerangan yang telah dilakukannya ? karena alasan apa ia pantas mendapatkan perlakuaan yang tidak mendatangkan manfaat dan tidak berguna sedikitpun bagi Tuan ? apa yang terjadi pada dirimu, memang sudah ketentuan dari Allah dan takdir-Nya. Lagi pula, siapa tau kelak bayi ini akan menjadi penguasa yang disegani dan mempunyai kedudukan terhormat. Semoga Allah menjadikan untuknya suatu kedudukan, maka biarkanlah dia hidup karena dia masih bayim yang tidak memiliki dosa dan tidak mengetahui kesusahan dan kegelisahan yang engkau alami.”[3]

Ayah Shalahuddin telah sadar jika kelahiran Shalahuddin itu tidak ada hubungannya dengan situasi yang dialami keluarganya pada waktu itu.

Pada saat proses persalinan telah selesai, keluarga Shalahuddin bergegas keluar dari benteng pada malam hari. Entah kemana mereka akan tinggal, karena sudah tidak ada lagi wilayah yang menjadi tempat persinggahan untuk keberlanjutan hidup mereka. Pada suatu ketika, keluarga Shalahuddin berada disekitar wilayah Mosul (Irak). Mereka berhenti, untuk beristirahat sejenak.

Dalam peristirahatannya, mereka bertemu dengan Imaduddin Zanki yang menjadi Sultan di wilayah Mosul. Keluarga Shalahuddin pun disambut baik oleh Imaduddin Zanki. Karena ia –Imaduddin Zanki- tidak melupakan kebaikan Najmuddin Ayyub terhadapnya, karena telah menolong Imaduddin Zanki dari kejaran para tentara Baghdad.

Akhirnya, keluarga Shalahuddin diizinkan untuk menetap dan tinggal di Mosul sampai Imaduddin Zanki memberikan jabatan kepada Ayah dan Paman Shalahuddin sebagai iqta’[4] (wilayah kepemimpinan administratif).

Keduanya pun bergabung sebagai Emir (komandan) di bawah kepemimpinan Zanki[5]. Pada akhirnya, keluarga Shalahuddin hidup bersama Imaduddin Zanki. Keduanya – Keluarga Zanki dan Shalahuddin- terlihat aktif bekerja sama dalam membangun dan mengurus pemerintahan Dinasti Zanki. Najmuddin Ayyub dan Syirkuh ikut telibat dalam beberapa penaklukkan wilayah yang telah dikuasai oleh Pasukan Salib.

Pada tahun 1139 M, kota Ba‟albek yang berada di wilayah Suriah ketika itu dipimpin oleh Atabek Mu‟inudin Unur yang berada dekat dengan Damaskus, telah berhasil dikuasai oleh Imaduddin Zanki.

Imaduddin Zanki kemudian menunjuk Najmuddin Ayyub sebagai Gubernur Ba‟albek, karena Imaduddin Zanki sepenuhnya menaruh kepercayaan kepada Najmuddin Ayyub sebagai seorang pemimpin[6]. Peran yang diemban Najmuddin Ayyub merupakan peran yang sangat penting dalam karirnya. Adik Najumddin Ayyub -Asadudin Syirkuh- masih merintis karirnya bersama pasukan Zanki.

Sebagai bentuk tanda terimakasih Imaduddin Zanki atas sikap Najmuddin Ayyub yang telah menolongnya ketika dirinya berada dalam situasi ancaman dari militer Baghdad. Kehidupannya berubah dan telah mendapatkan apa yang tidak mereka duga sebelumnya. Namun, keluarga Shalahuddin tidak semenamena atas kekuasaannya.

Najmuddin Ayyub menjalankan amanat yang telah diberikan oleh Imaduddin Zanki atas dirinya sebagai pelayan Umat, yaitu menjadi seorang guberur di wilayah Ba‟albek. Apa yang sebelumnya terjadi ketika yang diharapkan oleh ayahnya telah pupus, karena telah mengalami nasib yang kurang baik bagi keluarganya saat keluar dari Tikrit, kini kebaikan berada dalam keluarga Shalahuddin setelah menetap di wilayah Mosul.

Ketika kebahagiaan telah didapatkan oleh keluarga Shalahuddin di Ba‟albek, adalah sebuah momentum yang paling baik bagi keberlangsungan hidup Shalahuddin. Sebagai putra kerajaan, Shalahuddin mendapatkan pendidikan yang baik yang ia peroleh selama di  Ba‟albek (Suriah). Saat Ayah Shalahuddin Al Ayyubi diberikan amanah berupa jabatan sebagai seorang gubernur, usia Shalahuddin baru sekitar dua sampai pada usia sembilan tahun[7]. Berbagai ilmu Agama Islam telah ia dapatkan pada saat itu. Hanya sembilan tahun Shalahuddin

Al Ayyubi menetap di Ba‟albek, kemudian mereka pindah ke Damaskus, atas permintaan yang dilancarkan oleh pihak Damaskus Mu‟inuddin Unur yang merupakan lawan dari Imaduddin Zanki. Pada akhirnya, pasca kematian

Imaduddin Zanki antara Mu‟inuddin Unur dan keluarga Zanki (Nuruddin Mahmud) menjalin kerja sama, untuk bersatu melawan invasi tentara Salib.

Selama menetap di Suriah maupun pada saat di Damaskus, Shalahuddin telah mendapatkan pendidikan yang setara dengan anak seorang penguasa.

Shalahuddin menghabiskan masa kanak-kanaknya di Ba‟albak, ketika beranjak dewasa ia pindah ke Damaskus. Ia selalu mendatangi tempat-tempat belajar untuk belajar membaca, menulis, dan menghafal Al-Qur‟an, Fiqh dan Syair (Sastra), ditambah lagi belajar kaidah bahasa dan dasar-dasar nahwu dari para Ulama sebagaimana putra-putra Raja.[8]

Shalahuddin banyak menimba ilmu keagamaan dari berbagai Ulama-ulama ahli dalam bidangnya. Baghdad merupakan wilayah pemerintahan pusat dari Dinasti Abbasiyah. Sirkulasi ilmu pengetahuan bersumber di Baghdad pada saat itu dan menjadi pusat pendidikan.

Tidak mengherankan jika pada saat Shalahuddin tumbuh dewasa dan menjadi seorang pemimpin, dia menggunakan segenap ilmu pengetahuannya untuk mengatur dan menjalankan roda pemerintahan. Di samping menimba ilmu keagamaan, Shalahuddin juga banyak mendapatkan pengetahuan tentang peperangan.

Karena ia hidup di lingkungan yang berada di antara para tentara perang, sehingga ia pun ikut berlatih menunggang kuda, melempar tombak, berburu, dan latihan perang muncul begitu saja. Dari situlah Shalahuddin memiliki keahlian, kepandaian, dan kemampuan menyesuaikan diri terhadap lingkungan, serta mampu belajar dan berlatih perang.[9] Sifat yang ia miliki sangat jarang ada dalam diri seorang lainnya.

Yang pasti, perkembangan keilmuan Shalahuddin miliki merupakan hasil dari pendidikan ayahnya yang ahli di bidang agama, keahlian berperang dalam diri Shalahuddin didapatkan dari pamannya yang merupakan seorang panglima militer. Itulah gambaran keluarga hingga pendidikan Shalahuddin Al Ayyubi yang menjadikan dirinya memiliki karakteristik sebagai seorang panglima perang yang cerdik, penunggang kuda yang terlatih, politikus andal dan seorang yang berilmu.

Konten baru

Pagar Rumah

Pagar Rumah

Belanja di App banyak untungnya:

Bola Keren

Bola Keren

Maaf, barangnya tidak ketemu

13 Erek2

13 Erek2

Belanja di App banyak untungnya:

Tumi.Com

Tumi.Com

Dikarenakan ada banyak game penghasil uang saat ini, maka kamu wajib selektif memilih mana yang terbukti membayar dan aman ya grameds. Adapun deretan game penghasil saldo terbaik di antaranya adalah sebagai berikut.

Bola Ne

Bola Ne

Regular price IDR 10.252525,-

W44

W44

Russian wheat farmers should adopt advanced agricultural technologies, such as precision farming and intelligent irrigation systems, to tackle the challenges posed by extreme weather events like droughts. Farmers can optimize water usage, soil management, and pest control using data-driven insights, leading to more resilient wheat production. Furthermore, integrating weather prediction tools into farming operations can help farmers better plan for adverse conditions, allowing them to decide when to plant, irrigate, or harvest. These innovations can help increase the efficiency of wheat production, reduce losses from unpredictable weather, and maintain competitiveness in global markets despite climatic challenges.

6 Romawi

6 Romawi

Yuk Cobain Aplikasi Aku Pintar Sekarang Juga!

88Juara

88Juara

Hai, apakah Anda ingin mendapat 3 unduhan GRATIS lagi per hari?Dapatkan Ekstra 3

108 Vegas

108 Vegas

Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.

Gajah Slot

Gajah Slot

In modern Indonesia, Gajah Mada is viewed as a hero - a symbol of Indonesian patriotism and national pride. Gajah Mada is seen as an inspirational figure, one who exemplifies the potential greatness of all Indonesians. He would serve as a mythic propaganda symbol during the resistance to Japanese occupation and the ensuing revolt for independence from Dutch rule in the late 1940s. His legacy as the first to unite the many islands of the Indonesian archipelago into one nation will stand throughout history - as will his renowned dedication and unwavering loyalty to his king and the Majapahit people.

Mimpi Jadi

Mimpi Jadi

Memimpikan pengantin yang terlihat pucat atau lelah bisa diartikan sebagai berikut:

Putra Riau

Putra Riau

Wir verwenden Cookies und Daten, um

W69.Id

W69.Id

– Bằng cử nhân có giá trị vĩnh viễn. Trên văn bằng tốt nghiệp sẽ chỉ ghi là bằng cử nhân, KHÔNG ghi thông tin về hình thức đào tạo.

Cnc Bubut

Cnc Bubut

Perusahaan jasa CNC terbaik di Solo, salah satunya adalah Kreasi Muda Indonesia. Kami dapat membuat part dan komponen dengan presisi dan kualitas tinggi. Kreasi Muda Indonesia juga menyediakan jasa kustomisasi fabrikasi logam mulai dari proses cutting, marking, welding, bending sampai dengan assembling.

Dpr Tidur

Dpr Tidur

Jum'at, 21 Juli 2023 | 19:32 WIB

Milik Siapa

Milik Siapa

1.   Sebagai pronoun (kata ganti)

Pembersih

Pembersih

Di bawah ini adalah langkah-langkah untuk mempercepat Android alat: