Video: Daya Tahan Bisnis Consumer Saat Daya Beli Warga Turun
Dunia Fantasi atau lebih dikenal Dufan adalah salah satu Taman Hiburan terbesar di Indonesia. Ada berbagai macam wahana menarik, baik wahana raham anak hingga wahana yang memacu adrenalin bisa dicoba di sana.
Berada di kawasan Ancol, Dufan seringkali didatangi pengunjung dari berbagai daerah. Terlebih saat musim liburan, jumlah pengunjung bisa lebih banyak dari hari biasa.
Meskipun tempatnya banyak dikenal orang, tidak banyak yang tahu mengenai pemilik Dufan.
Ingin tahu siapa pemilik Dufan? Simak pemegang saham mayoritas hingga sejarahnya yang menarik untuk diketahui.
Di kalangan masyarakat, tidak jarang pertanyaan siapa pemilik Dufan bermunculan dan menjadi topik yang banyak dicari.
Kepemilikan Dufan merupakan bagian dari Ancol ternyata berada di bawah naungan PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk (PJAA).
Perusahaan tersebut merupakan perusahaan gabungan antara Pemerintah Daerah (Pemda) Jakarta dengan Ciputra Group.
Pada tanggal 10 Juli 1992, kepemilikan saham Jaya Ancol sebesar 80 persen dimiliki oleh Pemda Jakarta dan 20 persen dimiliki PT Pembangunan Jaya.
Dilansir situs korporat.ancol.com, kepemilikan saham mayoritas terkini masih dipegang oleh Pemda Jakarta dengan total 72 persen. Di sisi lain, PT Pembangunan Jaya memiliki 18 persen dan sisanya 10 persen dimiliki oleh publik.
Maka dari itu, kepemilikan Dufan berdasarkan kepemilikan sahamnya dimiliki oleh Pemda Jakarta dan PT Pembangunan Jaya Ancol yang melibatkan pihak swasta, Ciputra Group.
Dilihat dari sejarahnya, kawasan Ancol ternyata telah dilirik oleh Gubernur Hindia Belanda, Adriaan Valckenier di awal abad ke-17. Ia melihat potensi pengembangan destinasi wisata di wilayah tersebut.
Mengingat fokus pemerintah saat itu masih berfokus pada perang kemerdekaan, pengembangan wisata Ancol tertunda. Seiring berjalannya waktu, proyek pengembangan kawasan wisata Ancol kembali baik.
Pada masa pemerintahan Presiden Ir. Soekarno, ia menunjuk Dr. H. Soemarno, Gubernur Jakarta saat itu untuk mengembangkan Ancol sebagai destinasi wisata pada Desember 1965.
Pembangunan area tersebut terus berjalan sampai pada tahun 1966 yang berada di bawah kepemimpinan Ali Sadikin sebagai Gubernur Jakarta.
Untuk mempercepat pembangunan, proyek Ancol dialihkan kepada Badan Pelaksana Pembangunan (BPP) yang menjadi cikal bakal PT Pembangunan Jaya.
Tepat pada tanggal 29 Agustus 1985, taman hiburan Dufan resmi dibuka untuk aman. Di bulan Februari 2017, tempat tersebut telah memiliki sertifikat ISO 9001:2015.
Perkembangan Dufan hingga saat ini
Hingga saat ini, Dufan dikenal sebagai taman hiburan populer di kalangan masyarakat. Dengan menawarkan lebih dari 30 wahana, pengunjung bisa merasakan pengalaman tak terlupakan di sana.
Selain menjadi pusat hiburan outdoor, Dufan juga termasuk kawasan edutainment fisika terbesar di Indonesia.
Anda akan dimanjakan dengan Fantasi Keliling Dunia lewat permainan berteknologi tinggi yang terbagi menjadi sembilan kawasan.
Fasilitas umumnya juga lengkap dan nyaman sehingga dapat menunjang aktivitas Anda selama di sana.
Tidak hanya pilihan wahana yang bervariasi, Dufan juga dikenal dengan maskotnya berupa kera Bekantan yang berasal dari Kalimantan. Maskot tersebut diberi nama Dufan untuk laki-laki dan Dufi untuk karakter perempuan.
Keduanya memiliki kostum jumpsuit berwarna biru dan merah muda. Pada bagian kepala, terdapat hiasan topi dan pita lucu.
Sebagai informasi, Dufan bisa dikunjungi setiap hari mulai dari pukul 10.00 sampai 17.00 WIB. Harga tiketnya bervariasi dan bisa dibeli mulai dari Rp260 ribu untuk tiket regular pada hari kerja.
Itu dia ulasan mengenai siapa pemilik Dufan hingga sejarah pendirian salah satu taman hiburan terbesar di Indonesia. Tertarik untuk berlibur ke Dufan?
Jakarta, CNBC Indonesia - Hampir setiap orang memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan berbelanja di Indomaret. Selain dekat hunian dan tersebar di beberapa daerah, Indomaret juga menyediakan beragam layanan tambahan seperti top-up pulsa, pembayaran tagihan, dan layanan pengiriman.
Keberagaman ini menjadikan Indomaret sebagai destinasi yang lebih lengkap bagi konsumen. Kini perusahaan yang terafiliasi dengan Indoritel Makmur Internasional (DNET) memiliki lebih dari 19.000 gerai yang tersebar hingga pelosok negeri.
DNET yang tergabung dalam Grup Salim diketahui merupakan pemegang saham terbesar di Indomaret yang mencapai 40%. Selain di Indomaret, DNET juga menggenggam saham di perusahaan ritel lain, yakni pada Fast Food Indonesia (FAST) selaku pengelola gerai KCF dan Nippon Indosari Corpindo (ROTI), produsen Sari Roti.
Siapa sangka, jaringan minimarket Indomaret tersebut dimiliki oleh salah seorang taipan Indonesia, Anthony Salim.
Adapun pengendali dari Indomaret adalah PT Megah Eraraharja yang merupakan bagian dari Grup Salim. Anthony salim sendiri memiliki kepemilikan langsung di DNET sebesar 25,30%, dengan Hannawell Group tercatat sebagai pemegang saham terbesar atau mencapai 39,35%.
Akan tetapi Grup Salim, Megah Eraraharja dan Anthony Salim secara total menguasai 50,43% saham DNET.
Berdasarkan Daftar 50 Orang Terkaya Forbes tahun 2023 Anthony Salim dan keluarga tercatat sebagai orang terkaya ke-5 dengan harta US$ 10,3 miliar atau setara Rp 167,36 triliun (kurs Rp 16.248).
Namun perlu dicatat, Indomaret bukan kontributor terbesar kekayaan Salim. Dia juga tercatat merupakan pemilik PT Indofood Sukses Makmur dan PT Bogasari Flour Mills. Produknya sangat populer seperti Indomie, tepung terigu Bogasari, Segitiga Biru, hingga susu Indomilk.
Anthony Salim dan keluarga tercatat memiliki portofolio bisnis di sektor makanan, ritel, telekomunikasi, hingga energi. Satu perusahaan yang berkontribusi besar terhadap kekayaan Salim adalah Indofood. Sepanjang 2023, penjual dan produsen Indomie itu mencetak laba bersih Rp 8,14 triliun, naik 28,12% secara tahunan (yoy).
Pada 2022, Salim tercatat memperdalam investasi di sektor pertambangan dengan memimpin konsorsium untuk membeli saham Bumi Resources (BMRS) senilai US$ 1,6 miliar. Dia juga diketahui memiliki saham di Medco Energi (MEDC) dan Amman Mineral (AMMN).
Saksikan video di bawah ini:
Video: Nasib Rupiah Diadang Perang Dagang Hingga Panasnya Inflasi AS
Hutchison Holdings Ltd, perusahaan di belakang Hutchison Tri di Indonesia, kabarnya tengah mendekati Axiata Group Bhd, induk perusahaan operator seluler XL Axiata.
Hutchison dan Axiata disebut sedang melakukan pembicaraan awal terkait peluang konsolidasi bisnis telekomunikasi seluler mereka di Indonesia.
Menurut keterangan dari seorang sumber, kedua belah pihak belum melakukan negosiasi secara substantif. Namun, kabar ini memberi sinyal adanya peluang konsolidasi oleh kedua operator seluler.
Langkah Hutchison dan Axiata ini boleh dibilang selaras dengan keinginan pemerintah. Dalam berbagai kesempatan, Menkominfo Rudiantara melempar wacana konsolidasi operator seluler di Indonesia. Alasannya, untuk membuat industri telekomunikasi Tanah Air lebih sehat dengan maksimal tiga operator saja.
Kepada Bloomberg, perwakilan Axiata mengatakan pihaknya telah menarik banyak calon mitra bisnis, seperti Teleanor ASA, Mitsui&Co, dan Japan Sumitomo.
"Axiata telah menciptakan nilai yang signifikan dan menarik untuk pengoperasiannnya dan seperti yang telah dibuktikan dalam setahun terakhir," jelas Axiata.
Karena masih berada di tahap awal, belum ditentukan struktur yang jelas. Sumber tersebut juga mengatakan tidak diketahui pasti apakah pembicaraan mengarah pada transaksi bisnis atau tidak.
Akibat berita negosiasi awal ini, saham XL Axiata sempat tercatat naik 9,8 persen pada perdagangan Selasa (10/9/2019) di Jakarta. Lonjakan ini adalah yang tertinggi sejak 18 Februari lalu.
Tahun ini, nilai saham XL Axiata naik 76 persen, membuat valuasi pasarnya menjadi 2,56 miliar dollar AS (Rp 35,9 triliun), menurut laporan Bloomberg.
Indonesia sendiri menyumbang 472 juta dollar AS (Rp 6,6 triliun) atau sekitar 86 persen dari total pendapatan Hutchison Asia pada semester pertama 2019. Ini adalah satu-satunya pasar Hutchison Asia yang membukukan hasil positif sebelum bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi.
Sebelumnya, Axiata dan operator asal Norwegia Telenor ASA, sempat mengadakan pembicaraan serius untuk melakukan merger. Merger tersebut terbilang masif karena kedua perusahaan memiliki jumlah pelanggan 300 juta yang mencakup sembilan negara di Asia.
Sebagai infromasi, Telenor adalah pemilik lima operator di Malaysia, Thailand, Bangladesh, Pakistan, dan Myanmar. Sementara Axiata memiliki operator telekomunikasi di Malaysia, Indonesia, Kamboja, Sri Lanka, dan Nepal.
Akan tetapi, upaya merger ini gagal karena banyaknya kendala. Salah satunya adalah sikap Pemerintah RI yang enggan memberi restu usaha merger ini. Alasannya adalah Telenor berasal dari Norwegia, negara yang bersikap keras atas kebijakan ekspor kelapa sawit Indonesia.
SUSE: Perhatikan 6 Tren Ini Agar Perusahaan Tetap Kompetitif di 2025
JAKARTA – Orang terkaya pemilik maskapai penerbangan di Indonesia. Sebagai negara kepulauan dengan lebih dari 17.000 pulau, Indonesia menawarkan peluang besar untuk industri penerbangan nasional.
Transportasi udara menjadi tulang punggung dalam menghubungkan wilayah-wilayah terpencil yang sulit dijangkau oleh moda transportasi lain, sekaligus memungkinkan perjalanan yang lebih cepat dan efisien.
Dalam konteks ini, maskapai penerbangan memainkan peran strategis sebagai perusahaan yang menyediakan jasa penerbangan bagi penumpang dan barang, baik dengan menyewa maupun memiliki pesawat terbang sendiri. Untuk meningkatkan daya saing dan jangkauan, banyak maskapai membentuk kerja sama atau aliansi dengan maskapai lain demi menciptakan keuntungan bersama.
Potensi besar ini semakin menarik perhatian para pelaku industri, khususnya para konglomerat, yang melihat peluang cerah di tengah pemulihan ekonomi nasional. Industri penerbangan, yang sempat terpukul oleh pandemi, kini menunjukkan tanda-tanda kebangkitan.
Berikut orang terkaya pemilik maskapai penerbangan di Indonesia:
Sebuah maskapai penerbangan yang awalnya didirikan melalui PT ASI Pudjiastuti Aviation pada tahun 2004. Maskapai ini memulai operasinya dengan dua pesawat sebagai tanggapan atas bencana gempa bumi dan tsunami di Medan pada Desember 2004. Awalnya, Susi Air didirikan untuk mengangkut muatan perikanan dari bisnis perikanan milik Susi, tetapi kemudian berkembang menjadi maskapai penerbangan komersial yang melayani penerbangan berjadwal dan charter di berbagai wilayah Indonesia, termasuk Medan, Jakarta, Balikpapan, Kendari, Bandung, Cilacap, dan Sentani.
Saat ini, Susi Air mengoperasikan 49 armada pesawat yang terdiri dari berbagai tipe, seperti Cessna Grand Caravan, Pilatus PC-6 Turbo Porter, dan Piaggio P180 Avanti II, serta helikopter Agusta Westland yang mulai bergabung sejak 2009. Keberhasilan Susi dalam bisnis penerbangan dan kontribusinya dalam sektor perikanan menjadikannya salah satu pengusaha yang inspiratif, dengan total kekayaan yang diperkirakan mencapai Rp78 miliar.
Rusdi Kirana dan Kusnan Kirana
Rusdi Kirana dan kakaknya, Kusnan Kirana, dikenal sebagai pendiri Lion Air, maskapai penerbangan bertarif murah yang telah beroperasi sejak 1999 dan menjadi salah satu pemain utama dalam industri penerbangan Indonesia. Sumber kekayaan mereka berasal dari berbagai maskapai yang berada di bawah naungan Lion Air Group, termasuk Lion Air, Batik Air, Wings Air, Malindo Air, hingga Thai Lion Air.
Selain itu, Lion Air Group juga melebarkan sayapnya ke sektor logistik dengan mendirikan Lion Parcel pada 14 Februari 2013, sebuah layanan ekspedisi yang melayani pengiriman domestik maupun internasional dengan cakupan first, middle, hingga last mile.
Follow Berita Okezone di Google News
Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya
Keberhasilan ini membawa nama Rusdi Kirana dan Kusnan Kirana masuk dalam daftar 50 orang terkaya di Indonesia versi majalah Forbes. Pada periode 2019–2020, mereka menduduki peringkat ke-38 dengan total kekayaan yang pada tahun 2019 tercatat mencapai USD835 juta atau setara dengan Rp12,6 triliun. Pencapaian tersebut menjadi bukti nyata bagaimana Lion Air Group telah tumbuh menjadi salah satu konglomerasi paling berpengaruh di industri penerbangan dan bisnis terkait di Indonesia dan Asia Tenggara.
Chandra Lie, Hendry Lie, Johannes Bunjamin, dan Andy Halim
Sriwijaya Air Group, salah satu maskapai penerbangan terbesar di Indonesia, didirikan pada 10 November 2003 oleh Chandra Lie bersama keluarganya, yakni Hendry Lie, Johannes Bunjamin, dan Andy Halim, serta beberapa rekan lainnya seperti Sunaryo.
Sebelum merambah ke industri penerbangan, Chandra Lie lebih dulu menjalankan usaha di sektor garmen. Namun, pada tahun 2000, ia mulai mencoba bisnis penerbangan yang akhirnya membawanya mendirikan Sriwijaya Air tiga tahun kemudian. Perusahaan ini terus berkembang dan mencatatkan namanya sebagai maskapai penerbangan terbesar ketiga di Indonesia. Sriwijaya Air juga memiliki reputasi baik dalam hal keamanan, dengan memperoleh kategori 1 untuk standar keselamatan penerbangan nasional sejak 2007 hingga saat ini.
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berbeda dengan Rotiboy
Banyak yang mengira kalau Roti'O sama dengan Rotiboy karena keduanya menjual produk makanan yang mirip. Kenyataannya, Roti'O merupakan perusahaan yang berbeda dari Rotiboy.
Roti'O adalah merek makanan asli Indonesia di bawah PT Sebastian Citra Indonesia yang membuka gerai pertamanya pada 23 Mei 2012. Sedangkan Rotiboy adalah brand makanan asal Malaysia milik Hiro Tan yang berdiri pada April 1998.
Pada 2000, lisensi franchise Rotiboy memang sempat dibawa oleh PT Bintang Indo Jaya untuk masuk ke Indonesia. Sejak saat itu, Rotiboy mulai dikenal di Indonesia dan dijual di berbagai daerah. Namun, pada 2012, PT Bintang Indo Jaya melepas lisensi tersebut.
Nah, itulah informasi pemilik Roti'O, merek roti yang populer di Indonesia. Jadi laper, gak?
Baca Juga: 15 Ide Franchise Makanan Terbaru dan Terlaris 2024
Jakarta, CNBC Indonesia - Aktivitas promo minuman yang dilakukan Holywings menuai kontroversi dan menjadi perkara hukum karena tersangkut masalah agama.
Seperti diketahui, Holywings sempat heboh karena rencana promo minuman untuk mereka yang bernama Muhammad dan Maria. Dampak dari kasus tersebut, enam orang staf Holywings sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Mereka dijerat pasal berlapis, yakni Pasal 14 Ayat 1 dan Ayat 2 UU RI No 1 Tahun 1946 dan juga Pasal 156 atau Pasal 156 a KUHP. Kemudian Pasal 28 Ayat 2 UU RI No 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI No 11 Tahun 2008 tentang ITE. Adapun ancaman maksimal 10 tahun kurungan penjara.
Lalu yang banyak menjadi pertanyaan publik adalah siapa sebenarnya pemilik dari Holywings?
Holywings didirikan oleh Ivan Tanjaya selaku Co-Founder bersama Eka Setia Wijaya. "Nggak langsung Holywings. Saya nyoba F&B (dulu), itu namanya Kedai Opa. Saya berdua sama Eka (salah satu pemilik Holywings). Berdua sama Eka di Kelapa Gading itu tiga bulan konsepnya nasi goreng," ungkap Ivan, dikutip dari Detik.com, Senin (27/6).
Namun, kedai tersebut hanya bertahan selama tiga bulan. Setelah itu, Ivan dan Eka mengubah konsep bisnis dari Kedai Opa menjadi Holywings. "Pada saat itu saya pikir, kalau saya 'geber' (Kedai Opa) mati nih. Setelah itu saya sama Eka berpikir kami ganti konsep total sesuai apa yang saya belajar dari China, minum sambil makan sambil live music," jelas Ivan.
Holywings pun terus berkembang sampai sekarang. Bahkan, pengacara kondang Hotman Paris dan artis Nikita Mirzani tertarik menjadi investor. Keduanya resmi menjadi pemegang saham Holywings sejak Mei 2021 lalu. Namun, manajemen tak membeberkan rincian berapa dana yang dikucurkan Hotman dan Nikita untuk Holywings.
Saksikan video di bawah ini:
-- Kehadiran toko waralaba 7-Eleven pada 2009 sempat membuat ramai persaingan bisnis ritel di Indonesia.
asal Amerika Serikat itu masuk ke Indonesia menawarkan konsep bisnis ritel yang inovatif dan belum berkembang di Indonesia.
Namun, siapa sebenarnya pemilik lisensi 7-Eleven di Indonesia?
Izin 7-Eleven Indonesia saat ini bernaung di bawah PT Modern Sevel Indonesia yang merupakan entitas anak usaha dari PT Modern Internasional Tbk. Posisi Presiden Direktur Modern Internasional ini saat ini dipegang oleh Sungkono Honoris, seorang pengusaha kelahiran Makassar tahun 1951.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
PT Modern Internasional Tbk pertama kali sendiri didirikan pada 12 Mei 1971, dengan nama awal PT Modern Photo Film Company dengan fokus bisnis bidang fotografi. Tahun 1988, perusahaan sempat mendirikan Fuji Image Plaza sebagai pemegang hak distribusi Fuji Film di Indonesia.
Pada 1991, perusahaan kemudian mulai melakukan Penawaran Umum Perdana Saham di pasar saham. Enam tahun berjalan sebagai perusahaan publik, Sungkono kembali mengubah nama perseroan menjadi PT Modern Photo Tbk pada 1997. Perusahaan juga berhasil mendapat lisensi sebagai distributor tunggal peralatan dokumentasi dan fotokopi asal Jepang, Ricoh.
Setelah 40 tahun menjadi distributor Fuji Film di Indonesia, pada tahun 2000 era digital mulai marak dan produk rol film mulai ditinggalkan oleh konsumen. Keluarga Honoris pun mulai memutar otak untuk mempertahankan bisnisnya agar tetap hidup.
Pendirian toko waralaba 7-Eleven di Indonesia pun akhirnya dianggap sebagai peluang emas bagi perusahaan tersebut.
Pada tahun 2007, Sungkono mengubah nama perseroan menjadi PT Modern Internasional Tbk. Ia kemudian pada 2008 berangkat ke kantor pusat 7-Eleven di Dallas, Texas Amerika Serikat untuk menandatangani perjanjian awal
Master Franchise gerai 7-Eleven.
Satu tahun kemudian, Modern Internasional mendirikan anak usaha yakni PT Modern Putra Indonesia dan menunjuk Henri Honoris sebagai Direktur Utama. Entitas bisnis ini secara resmi menggenggam hak pendirian 7-Eleven di Indonesia. Gerai 7-Eleven pertama di Indonesia pun resmi didirikan di Bulungan, Jakarta Selatan di bawah naungan lisensi anak usaha.
Foto: (CNN Indonesia/Safyra Primadhyta)
Di tangan Henri lah, Sungkono mempercayakan keberlangsungan bisnis waralaba yang terkenal dengan produk minuman Slurpee itu. Pria kelahiran Jakarta 42 tahun silam itu merupakan lulusan Busines Administration in Marketing and Finance di Universitas Seattle Amerika Serikat.
Ia mengawali karier dengan bekerja di Fuji Photo Film di New York, Amerika Serikat sebagai
(1998-2000). Kemudian ia melanjutkan karier sebagai assistant manager di PT Modern Indolab (2002-2003). Kariernya makin melejit ketika ia juga merangkap sebagai Presiden Direktur PT Modern Putra Indonesia yang saat ini telah bersulih nama menjadi PT Modern Sevel Indonesia (MSI)
Namun bisnis 7-Eleven di Indonesia harus berakhir pada akhir bulan ini. Sesuai pengumuman dari PT Modern Internasional Tbk, seluruh gerai 7-Eleven resmi ditutup pada akhir Juni kemarin.
Penutupan gerai disebut terpaksa dilakukan Modern Internasional antara lain karena gagalnya akuisisi 7-Eleven yang sebelumnya akan dilakukan PT Charoen Pokphand Restu Indonesia (CPRI). Nilai akuisisi waralaba tersebut sebelumnya ditaksir mencapai Rp1 triliun.
Dalam laporan keuangan MSI, pada 2014 berhasil mengantongi penjualan sebesar Rp 971,8 miliar. Perseroan pun masih bisa mengantongi laba operasi sebesar Rp 83,8 miliar dan laba tahun berjalan sebesar Rp 5,18 miliar.
Namun pada 2015 penjualan MSI mulai menurun ke level Rp 886,15 miliar. Kala itu perseroan mengalami kerugian operasional Rp 49,58 miliar dan rugi tahun berjalan sebesar Rp 127,7 miliar.
Kinerja MSI semakin terpuruk pada 2016, tercatat penjualan semakin turun menjadi Rp 675,27 miliar. Rugi operasional juga semakin besar menjadi Rp 695,78 miliar dan rugi tahun berjalan meningkat ke level Rp 554,87 miliar.
Please verify before continuing
Roti'O menjadi salah satu merek makanan yang populer di Indonesia. Merek roti ini terkenal dengan aromanya yang sering menarik perhatian orang-orang saat lewat di depan outlet-nya. Roti'O bisa dijadikan sebagai makanan utama maupun camilan.
Menu sederhana berupa roti bulat beraroma kopi dan berisi mentega ini justru menjadi favorit banyak orang. Saat ini, gerai Roti'O juga sudah tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Mulai dari Jakarta, Banten, Jabar, Jateng, Jatim, Bali, Lombok, NTT, Sumatra, Sulawesi, Kalimantan, hingga Maluku.
Banyak yang penasaran sebenarnya siapa pemilik Roti'O? Apakah benar isu yang mengatakan kalau Dude Harlino merupakan pemiliknya? Cari tahu jawabannya di artikel ini!
Siapa pemilik Roti'O?
Roti'O merupakan merek roti bulat yang terkenal di Indonesia. Usut punya usut, brand Roti'O dimiliki oleh PT Sebastian Citra Indonesia yang pertama kali berdiri pada 23 Mei 2012 di Stasiun Kota, Jakarta Pusat. Namun, tidak ditemukan informasi tentang siapa pemilik saham atau petinggi PT Sebastian Citra Indonesia.
Saat ini, Roti'O mudah ditemukan di berbagai tempat seperti stasiun, bandara, hingga pusat perbelanjaan. Menu yang ditawarkan juga tak aneh-aneh, yaitu Roti'O itu sendiri, beberapa pastry dengan harga Rp15-20 ribu, minuman dingin dan panas, serta es krim.
Bukan milik Dude Harlino
Beberapa tahun ini, sempat ada rumor yang mengatakan kalau pemilik Roti'O adalah aktor dan model Indonesia, Dude Harlino. Rumor ini muncul karena Dude Harlino sering muncul di seluruh media pemasaran Roti'O, mulai dari di media sosial hingga papan iklan di gerai.
Lanjutkan membaca artikel di bawah
Namun, sebenarnya Dude Harlino hanya merupakan brand ambassador Roti'O dan bukan pemilik sebenarnya. Jika melihat akun Instagram Roti'O, Dude memang sering muncul di setiap unggahan untuk mempromosikan brand roti ini.
Pada bio Instagram Dude Harlino, dia juga memasukkan Roti'O sebagai salah satu brand yang menjalin kerja sama sebagai brand ambassador dengannya.
Baca Juga: Siapa Pemilik Pristine? Ini Profil dan Perjalanan Kariernya